Rasulullah SAW berlindung dari tujuh perkara. Dalam prespektif Islam, bahagia itu sederhana, cukup beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian mengerjakan semua perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya.
Islam mengajarkan cara untuk meraih kebahagiaan dan keselamatan di dunia dan akhirat melalui petunjuk Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam (SAW).
Sebagaimana kalam ahli hikmah bahwa agama adalah nasihat, maka sejatinya umat Islam harus menjadikan Al-Qur’an dan Sunnah sebagai petunjuk terbaik ditambah hukum Ijma’ dan Qiyas.
Dalam satu hadis, Rasulullah SAW berlindung dari tujuh perkara, yaitu: Kelemahan, Kemalasan, Pengecut, Kebakhilan, Pikun, Azab Kubur, Fitnah Hidup dan Mati.
Sedangkan untuk tujuh perkara tersebut dapat kita telaah masing-masing sebagai berikut:
Perbedaan antara lemah dan malas adalah, bahwa lemah itu tidak adanya kemampuan, sedangkan malas adalah enggannya jiwa melakukan kebaikan dan kurang terdorong kepadanya padahal mampu melakukannya. Kedua hal ini adalah penyakit yang membuat seseorang duduk dan meninggalkan kewajiban sehingga terbuka baginya pintu-pintu keburukan.
Kemudian, sifat pengecut terkait dengan jiwa, sedangkan sifat bakhil (pelit) terkait dengan harta. Sifat yang masuk dalam tujuh perkara ini menggambarkan bahwa siapa saja yang kehilangan keberanian untuk melawan hawa nafsu, was-was setan, melawan musuh, menghadapi lawan yang membela yang batil, maka dia adalah pengecut.
Dan siapa saja yang tidak mau memberi kaum fakir dengan hartanya, mengeluarkan hartanya untuk para mujahid fii sabilillah dan mengeluarkan pada jalur-jalur kebaikan, maka dia adalah orang yang bakhil.
Dalam banyak ayat, Allah Subhaanahu wa Ta’ala memerintahkan berjihad dengan jiwa dan hartanya. Dan penyakit yang dapat menghalangi seseorang dari berjihad mengorbankan jiwa dan hartanya adalah penyakit pengecut dan bakhil.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berlindung dari sifat pengecut dan bakhil karena keduanya dapat menghalangi kewajiban, menghalangi dari memenuhi hak-hak Allah Ta’ala, menghalangi dari mencegah kemungkaran, bersikap tegas kepada para pelaku maksiat.
Di samping itu, dengan seseorang memiliki keberanian dan kekuatan, maka ibadah dapat sempurna, orang yang terzalimi dapat tertolong, jihad dapat dilakukan, sedangkan dengan selamat dari kebakhilan, maka ia dapat memenuhi hak-hak harta, adanya keinginan untuk berinfak, bersikap dermawan, dan berakhlak mulia serta terhalang dari sifat tamak kepada apa yang tidak dimilikinya.
Pikun juga termasuk dalam tujuh perkara yang diminta Nabi untuk dihindari. Yang dimaksud pikun adalah dikembalikan kepada usia yang paling buruk. Sebab mengapa Beliau berlindung darinya adalah karena ketika sudah pikun terkadang ucapan menjadi ngelantur, akal dan ingatan menjadi kurang, panca indera menjadi lemah, dan lemah dari melakukan ketaatan serta meremehkan sebagiannya, cukuplah seseorang berlindung darinya karena Allah menamai usia tersebut sebagai ardzalul ‘umur (usia paling buruk).
Mengenai azab kubur, dalam hadits Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma disebutkan:
مَرَّ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِحَائِطٍ مِنْ حِيطَانِ المَدِينَةِ، أَوْ مَكَّةَ، فَسَمِعَ صَوْتَ إِنْسَانَيْنِ يُعَذَّبَانِ فِي قُبُورِهِمَا، فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «يُعَذَّبَانِ، وَمَا يُعَذَّبَانِ فِي كَبِيرٍ» ثُمَّ قَالَ: «بَلَى، كَانَ أَحَدُهُمَا لاَ يَسْتَتِرُ مِنْ بَوْلِهِ، وَكَانَ الآخَرُ يَمْشِي بِالنَّمِيمَةِ» . ثُمَّ دَعَا بِجَرِيدَةٍ، فَكَسَرَهَا كِسْرَتَيْنِ، فَوَضَعَ عَلَى كُلِّ قَبْرٍ مِنْهُمَا كِسْرَةً، فَقِيلَ لَهُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، لِمَ فَعَلْتَ هَذَا؟ قَالَ: «لَعَلَّهُ أَنْ يُخَفَّفَ عَنْهُمَا مَا لَمْ تَيْبَسَا» أَوْ: «إِلَى أَنْ يَيْبَسَا»
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah melewati salah satu di antara kebun-kebun Madinah atau Mekkah, lalu Beliau mendengar suara dua orang yang diazab dalam kuburnya, kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Keduanya sedang diazab, dan keduanya tidaklah diazab menurut keduanya terhadap dosa besar.” Selanjutnya Beliau bersabda, “Bahkan sesungguhnya itu dosa besar. Adapun salah satunya, maka ia tidak menjaga diri dari kencingnya, sedangkan yang satu lagi berjalan kesana-kemari mengadu domba.” Kemudian Beliau meminta dibawakan pelepah kurma, lalu Beliau mematahkan menjadi dua bagian, dan meletakkan belahannya di masing-masing kubur itu, lalu Beliau ditanya, “Wahai Rasulullah, mengapa engkau lakukan hal itu?” Beliau menjawab, “Mudah-mudahan azab keduanya diberi keringanan selama belahan itu belum kering,” atau bersabda, “Sampai kedua belahan kering.” (HR. Bukhari)
Yang terakhir adalah fitnah hidup artinya cobaan dan hujian hidup, baik berupa fitnah syahwat dan fitnah syubhat, dimana kedua cobaan ini banyak yang membuat manusia tergelincir, lalai dari kewajibannya dan terbawa oleh arus fitnah yang menggiringnya kepada kebinasaan.
Maka dalam doa ini, kita berlindung agar kita mampu menghadapi cobaan-cobaan itu dengan tetap bersabar menjalankan ketaatan kepada Allah, bersabar menjauhi maksiat, dan istiqamah di atas agamanya.
Ini adalah cara untuk menghadapi fitnah syahwat. Adapun cara untuk menghadapi fitnah syubhat adalah dengan yakin di atas kebenaran dan teguh tidak mudah berubah oleh situasi dan kondisi; berbekal ilmu syar’i.
Sedangkan fitnah mati, maka maksudnya ujian ketika di kubur, yaitu pertanyaan yang diajukan oleh malaikat Munkar dan Nakir yang akan menanyakan kepada seseorang tentang siapa Tuhannya, apa agamanya, dan siapa nabinya.
Semoga Allah SWt melindungi kita juga dari tujuh perkara diatas… Aamiin….