Ingat, Urusan Utang Piutang Wajib Menghadirkan Saksi Dan Dicatat

Utang-Piutang-Wajib-Menghadirkan-Saksi-Dan-Dicatat

Utang Piutang – Permasalahan tentang utang sangat banyak, bahkan utang bisa memutus hubungan silaturahim bahkan persengketaan diantara manusia. Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam membaca doa yang artinya Ya Allah aku berlindung kepada-Mu dari bahaya utang, bahaya musuh dan kemenangan para musuh”.

Begitu khawatirnya Rasulullah tentang utang dari pada musuh dan kemenangan para musuh. Sebetulnya, utang piutang dalam Islam merupakan hal yang sifatnya Jaiz atau diperbolehkan, namun Islam mengatur tata cara utang piutang tersebut secara sistematis.

Kondisi ekonomi yang serba sulit memang terkadang memaksa seseorang untuk meminjam uang. Pengajuan pinjaman tersebut biasanya beragam, mulai dari lembaga keuangan resmi seperti perbankan atau pun yang berdimensi online. Namun, ada juga beberapa kalangan yang lebih memilih untuk meminjam pada sahabat dan saudara.

Asalkan saling percaya, pinjaman tentu akan diberikan. Namun sayangnya, banyak yang menyalah gunakan kepercayaan tersebut dengan tidak membayar utang tepat pada waktunya. Bahkan, ada juga yang sengaja pura-pura lupa. Untuk itu, Islam memberikan syarat adanya utang piutang, salah satunya adalah adanya saksi dan di catat.

Allah SWT berfirman;

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا تَدَايَنْتُمْ بِدَيْنٍ إِلَى أَجَلٍ مُسَمًّى فَاكْتُبُوهُ وَلْيَكْتُبْ بَيْنَكُمْ كَاتِبٌ بِالْعَدْلِ وَلَا يَأْبَ كَاتِبٌ أَنْ يَكْتُبَ كَمَا عَلَّمَهُ اللَّهُ فَلْيَكْتُبْ وَلْيُمْلِلِ الَّذِي عَلَيْهِ الْحَقُّ وَلْيَتَّقِ اللَّهَ رَبَّهُ وَلَا يَبْخَسْ مِنْهُ شَيْئًا

Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu’amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. dan Hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah mengajarkannya, maka hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang berhutang itu mendektekan (apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi sedikitpun dari utangnya. (QS. al-Baqarah: 282).

Secara tekstual, ayat ini di atas berisi perintah untuk menulis utang yang dilakukan manusia. Hanya saja ulama berbeda pendapat dalam memahami perintah ini, apakah menunjukkan wajib, ataukah hanya anjuran.

Pertama, madzhab dzahiriyah, ayat ini menjadi dalil wajibnya menulis transaksi utang piutang yang pelunasannya tertunda. Ibnu Hazm adz-Dzahiri mengatakan,

فإن كان القرض إلى أجل، ففرض عليهما أن يكتباه وأن يشهدا عليه عدلين فصاعدا أو رجلا وامرأتين، عدولا فصاعدا. فإن كان ذلك في سفر ولم يجدا كاتبا فإن شاء الذي له الدين أن يرتهن به رهنا فله ذلك

Jika utang ditangguhkan pelunasannya, maka wajib bagi keduanya untuk menuliskannya dan mencari saksi dua orang atau lebih atau seorang lelaki dengan dua wanita yang adil, atau lebih. Jika dia dalam safar, dan tidak menemukan orang yang mencatat, jika mau, orang yang berutang bisa menggadaikan sesuatu. (al-Muhalla, 6/351)

Kedua, mayoritas ulama dari kalangan hanafiyah, malikiyah, syafiiyah, dan hambali, berpendapat bahwa mencatat transaksi utang menghadirkan saksi ketika transaksi, hukumnya tidak wajib. Sementara perintah dalam ayat sifatnya bimbingan agar manusia lebih hati-hati dan lebih yakin dalam melakukan muamalah dengan orang lain, terutama masalah utang. Sehingga statusnya bukan perintah yang wajib dikerjakan.

Imam as-Syafii menjelaskan dengan bagus tafsir ayat ini. Beliau menyebutkan, ada dua alasan, mengapa perintah dalam ayat di atas (al-Baqarah: 282) bukan perintah wajib,

Di ayat berikutnya (283), Allah perintahkan ketika seseorang tidak menemukan penulis, agar menggadaikan barangnya.
Di lanjutan ayat, Allah bolehkan untuk tidak menggadaikan barang, selama masing-masing yakin bisa saling menjaga amanah.
As-Syafii dalam Ahkam al-Quran mengatakan,

فلما أمر إذا لم يجدوا كاتبا بالرهن، ثم أباح ترك الرهن وقال [فَإِنْ أَمِنَ بَعْضُكُمْ بَعْضًا فَلْيُؤَدِّ الَّذِي اؤْتُمِنَ أَمَانَتَهُ ] فدل على أن الأمر الأول دلالة على الحظ لا فرض فيه يعصي من تركه.

Ketika Allah perintahkan untuk menggadaikan barang, apabila tidak menemukan penulis, kemudian Allah bolehkan untuk tidak menggadaikan barang, melalui firman-Nya,

فَإِنْ أَمِنَ بَعْضُكُمْ بَعْضًا فَلْيُؤَدِّ الَّذِي اؤْتُمِنَ أَمَانَتَهُ

Jika kamu dalam perjalanan (dan bermu’amalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, Maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang[180] (oleh yang berpiutang). akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, Maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (hutangnya) (QS. al-Baqarah: 283)

Ini menunjukkan bahwa perintah di ayat sebelumnya, memberi kesimpulan anjuran, dan bukan kewajiban yang ketika ditinggalkan, bernilai maksiat. (Ahkam al-Quran, 2/127).

Sementara itu, Imam Abu Bakr al-Jasshas – ulama hanafiyah – (w. 370 H) menjelaskan bahwa para ulama sepakat, adanya catatan dan kehadian saksi dalam transaksi utang piutang, hukumnya tidak wajib. Dibuktikan dengan banyaknya transaksi utang piutang sejak masa silam, dan turun temurun hingga masa beliau, namun mereka tidak mencatatnya dan tidak menghadirkan saksi.

Dalam karyanya Ahkam al-Quran, Beliau mengatakan.,

ولا خلاف بين فقهاء الأمصار أن الأمر بالكتابة والإشهاد والرهن المذكور جميعه في هذه الآية ندب وإرشاد إلى ما لنا فيه الحظ والصلاح والاحتياط للدين والدنيا، وأن شيئاً من ذلك غير واجب.

Tidak ada perselisihan diantara ulama dari berbagai negeri, bahwa perintah untuk menulis ‎dan mengambil saksi, serta menggadaikan barang, seperti yang disebutkan dalam ayat, ‎statusnya anjuran dan bimbingan, ‎yang lebih memberikan keuntungan dan kebaikan bagi ‏kita, serta kehati-hatian dalam masalah utang dan urusan dunia. Dan semua itu tidak ‏wajib.

Dengan memperhatikan keterangan di atas, menunjukkan bahwa hukum asal pencatatan dan saksi dalam transaksi utang itu sifatnya anjuran. Akan tetapi, jika bisa dipastikan akan menimbulkan sengketa dan pertikaian jika tidak ada pencatatan, maka mencatat transaksi utang atau menghadirkan saksi dalam hal ini statusnya wajib. Rincian semacam ini, disampaikan oleh Imam as-Sa’di dalam tafsirnya,

الأمر بكتابة جميع عقود المداينات إما وجوبا وإما استحبابا لشدة الحاجة إلى كتابتها، لأنها بدون الكتابة يدخلها من الغلط والنسيان والمنازعة والمشاجرة شر عظيم

Perintah untuk mencatat setiap akad utang piutang, bisa hukumnya wajib, dan bisa anjuran. Mengingat besarnya kebutuhan untuk mencatatnya. Karena jika tanpa dicatat, rentan kesalahan, lupa, peselisihan, dan pertikaian, yang itu kejelekan yang besar. (Taisir al-Karim ar-Rahman, hlm. 118).

Baca juga: Solusi Lunas Utang Yang Menumpuk Berdasarkan Syariat Islam

_________________________

Nah, apakah saat ini Anda pusing memikirkan utang yang tidak lunas-lunas dan memikirkan solusi lunas utang?, takut menghadapi Debt Collector?, tertekan menghadapi lelang bank?, hubungan keluarga suami-istri dan anak-anak kurang harmonis serta mencari solusi lunas utang? maka kami bersedia menyediakan konsultasi untuk Anda.

Anda akan menerima langkah praktis solusi lunas utang serta bagaimana menyelesaikan masalah utang tanpa harus tambah utang kemudian testimoni orang-orang yang telah sukses menyelesaikan utang tanpa membayar bunga dan denda.

Yang perlu Anda ketahui, melunasi utang merupakan sebuah kewajiban yang harus dilunasi oleh orang berhutang dan wajib mencari tahu solusi lunas utang.

Jika orang tidak dapat melunasi utangnya maka ia akan berdosa dan kelak akan dipertanggungjawabkan saat di akhirat.

Apabila orang memiliki utang meninggal, maka ahli waris wajib untuk melunasi utangnya. Oleh karena itu, agar diberikan kemudahan untuk melunasi segala utang selain dengan berusaha juga perlu untuk berdoa kepada Allah SWT.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *